Mantan Kades Karang Anyar, Pengancam Bersenpi Divonis 1 Tahun

Mantan Kades Karang Anyar, Pengancam Bersenpi Divonis 1 Tahun


Murexs.com, Muratara — Mantan Kades di Musi Rawas utara (Muratara), Amir (47), terdakwa pengancaman seorang kontraktor (Almarhum Hamsi) dengan senjata api (senpi) organik, hanya divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau.

Vonis yang ditetapkan majelis hakim PN Lubuklinggau, pada sidang putusan di PN Lubuklinggau, Senin 16 Desember 2024, itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 1 tahun 6 bulan.

Putusan yang dibacakan Hakim Ketua Achmad Syaripudin tersebut memicu kemarahan keluarga korban.

Akibatnya keluarga korban menangis histeris di ruang sidang meluapkan emosinya.

Pasalnya keluarga korban berharap majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang darurat nomor 12 Tahun 1951 pasal 1 ayat 1 dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.

Kuasa hukum korban, Indra Cahaya mengatakan mereka sangat kecewa dengan hasil vonis persidangan tersebut.

Pihaknya juga mempertanyakan alasan vonis yang hanya satu tahun, padahal terdakwa didakwa berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 Ayat 1, yang ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.

“Undang-undang ini tidak memiliki batasan hukuman minimal, tetapi jelas mencantumkan ancaman maksimal 20 tahun. Kami tidak mengerti bagaimana pertimbangan hukum ini bisa menghasilkan vonis yang jauh lebih ringan,” ungkap Indra.

Ia menegaskan akan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera mengajukan banding dan bahkan akan melaporkan perkara ini ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Presiden RI.

Bukan hanya itu, jika perlu Indra juga menyatakan akan melaporkan perkara tersebut kepada Presiden Republik Indonesia.

“Bila perlu kami akan melaporkan ke Presiden. Ini tidak adil karena semua unsur yang didakwakan terbukti bahwa dia menguasai dan tidak pernah menyesal dan tidak ada permintaan maaf. Artinya terdakwa menentang hukum,” jelasnya.

Sementara itu, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, Wenharnol, menjelaskan bahwa putusan hakim sudah mempertimbangkan fakta-fakta persidangan.

Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah sesuai dakwaan, tetapi hukuman yang dijatuhkan lebih ringan karena senjata api organik yang digunakan hanya dalam kepemilikan dan tidak dipakai langsung untuk melukai korban.

“Kalau senpi itu digunakan, hukuman tentu bisa lebih berat. Dalam hal ini, terdakwa hanya memiliki senjata tersebut dan menggunakannya untuk ancaman,” jelas Wenharnol.

Namun, pihak korban mendesak agar hukuman diperberat, mengaitkan kasus pengancaman ini dengan pembunuhan Hamsi yang terjadi empat hari setelah insiden ancaman.

“Kasus pembunuhan tersebut hingga kini masih dalam penyelidikan Polres Lubuklinggau,” kata Wenharnol.

Kasus ini menyoroti pentingnya masyarakat memahami proses hukum, terutama terkait penerapan pasal dan pertimbangan hakim. Dalam kasus pidana seperti ini, faktor seperti niat, dampak ancaman, serta penggunaan senjata api menjadi pertimbangan utama dalam menentukan beratnya hukuman.

Masyarakat juga perlu memahami bahwa putusan hakim didasarkan pada fakta persidangan, meskipun tidak selalu memuaskan semua pihak. Jalur hukum seperti banding adalah mekanisme yang tersedia untuk mencari keadilan lebih lanjut.

Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa kepemilikan senjata api tanpa izin adalah pelanggaran serius. Sosialisasi mengenai Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 perlu diperkuat agar masyarakat memahami risiko hukum yang mengancam jika melanggar aturan tersebut.

Pihak korban telah menyatakan akan terus memperjuangkan keadilan melalui langkah hukum yang lebih tinggi. Perkembangan kasus ini diharapkan memberikan pelajaran penting mengenai supremasi hukum dan perlunya ketegasan dalam menangani tindak pidana yang melibatkan senjata api.

Hakim, jaksa, dan masyarakat memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya dilakukan, tetapi juga terlihat dilakukan, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut keselamatan publik.

(Yusnita)

Kriminal Umum