OPINI : Rakyat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi melalui Pemilu yang digelar 14 Februari 2024 mendatang.
Sejak memasuki tahapan Pemilu, riuh rendah timses dan bakal calon legislatif sudah menyusun strategi dan rencana serta kekuatan, salah satunya menebar pesona di basis basis konstituen.
Selain Intens bertemu masyarakat, sejak awal tahun 2023 atribut Bacaleg pun baik DPR RI maupun DPRD Kabupaten/ Kota sudah mewarnai pojok – pojok jalan sebagai upaya sosialisasi untuk menarik simpati rakyat.
Sebagaimana Kita ketahui, bahwa Pemilu dilaksanakan setiap Lima tahun ini merupakan sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam memilih anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten /Kota, DPD, Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, berpartisipasi sebagai bagian penting dari negara sehingga turut serta dalam menentukan haluan negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi hak-hak warga negara Indonesia. Berdasarkan hak-hak tersebut nasib bangsa dan negara ditentukan, salah satunya adalah dengan berpartisipasi aktif menggunakan hak suara.
Melalui Pemilu yang dilaksanakan dengan bersih oleh seluruh pihak, diharapkan akan lahir para wakil rakyat dan pemimpin bangsa berkualitas yang tentunya nanti akan menjalankan tugas dan kewajiban sesuai tupoksinya.
Indikator yang dapat menciderai “kesucian” Pemilu, yakni adanya upaya para Caleg dan elite politik yang menggunakan segala cara untuk merebut suara. Salah satunya guna mendapatkan simpati masyarakat dengan cara politik uang.
Politik uang memiliki potensi yang bisa merugikan negara,karena ada kecenderungan setelah berhasil ada upaya untuk ” balik modal” yang menjurus kepada tindakan korupsi ketika berkuasa atau duduk di kursi legislatif. Selain merugikan negara, sangat berpengaruh bagi kemajuan bangsa dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Upaya mencegah Pemilu yang tidak bersih ini sangat diperlukan pemahaman dari seluruh pihak, khususnya masyarakat terhadap bahayanya politik uang. Selain juga Parpol yang harus menyiapkan kadernya yang betul -betul berkualitas, dan bukan hanya sekedar kader yang bermodalkan banyak uang.
Masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan masa depan negaranya. Dengan tidak terpengaruh politik uang, setidaknya dapat mewujudkan hakikat Pemilu yang LUBER dan JURDIL.
Sebagai masyarakat yang mempunyai hak pilih, gunakanlah hak tersebut dengan cerdas untuk memilih figur yang benar – benar tepat dan yang terbaik, sehingga nanti mau mendengarkan aspirasi masyarakat agar pembangunan yang akan dilakukan sesuai dengan keinginan masyarakat. Sebab yang terpilih nantinya merupakan cerminan dari rakyatnya.
Selain pemahaman masyarakat, yang menjadi syarat mutlak terwujudnya Pemilu bersih dan berkualitas adanya peran serta penegak hukum dan partai politik serta penyelenggara yang menjamin berjalannya pesta demokrasi dengan jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Partai politik dan masyarakat dituntut untuk tetap mengutamakan koridor hukum jika menemukan dugaan pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Terakhir, penyelenggara Pemilu yang berkualitas akan menjamin terlaksananya 11 prinsip penyelenggara pemilu yang tertuang pada Pasal 3, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yakni mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. (*)
OPINI : Penulis Firmansyah/ Wartawan Timesumatera