
Muara Enim, Murexs.com — Sebuah kasus penadahan handphone yang sempat membuat heboh warga Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, akhirnya ditutup dengan pendekatan Restoratif Justice (RJ). Tersangka Erwin Prasetya Bin Alamsyahbanah, pemilik kios HP, dinyatakan bebas dari tuntutan hukum setelah melalui ekspose hukum yang dipimpin langsung oleh petinggi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI, Selasa pagi (08/07).
Insiden ini bermula pada Senin malam, 10 Februari 2025, sekitar pukul 23.00 WIB. Saksi Rangga Wira Pratama Harahap kehilangan handphone Realme 9 Pro+ miliknya saat sedang mencari bola pingpong di halaman rumah temannya, Amrullah, di Desa Teluk Limau, Kecamatan Gelumbang. HP ditinggal di teras, dan saat kembali sekitar pukul 00.15 WIB keesokan harinya, HP sudah raib.
Saksi pun melapor ke Polsek Gelumbang. Berbekal data IMEI, anggota polisi Rahmad Mauludin dan Puguh Suryadi berhasil melacak keberadaan ponsel tersebut, yang ternyata berada di tangan tersangka Erwin Prasetya.
Menurut pengakuan Erwin, dua orang tak dikenal datang ke konternya pada 27 Februari 2025 untuk memperbaiki HP Realme yang casing-nya rusak. Karena casing tidak tersedia, mereka menitipkan HP dan kembali esoknya dengan permintaan mencurigakan: menukar HP Realme tersebut dengan HP Vivo Y12s milik Erwin dan uang tunai Rp750.000.
Dengan alasan “butuh biaya persalinan istri”, dua pria tersebut meyakinkan Erwin untuk menyerahkan uang dan HP miliknya. Naas, ternyata HP Realme itu adalah milik Rangga yang sebelumnya dilaporkan hilang. Akibatnya, Rangga mengalami kerugian hingga Rp5 juta.
Setelah rangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, pada 8 Juli 2025 dilakukan ekspose Restoratif Justice di Kantor Kejaksaan Negeri Muara Enim. Hadir dalam kegiatan tersebut Dr. Rudi Iskandar, S.H., M.H.Kajari Muara Enim, Pipuk Firman Priyadi, S.H., M.H. Wakajati Sumsel, dan Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. JAM Pidum Kejaksaan Agung RI.
Hasil ekspose menyatakan bahwa tersangka telah memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Prof. Dr. Asep Nana Mulyana mengimbau agar pendampingan pasca-RJ dilakukan kepada tersangka, serta pemberian sanksi sosial agar masyarakat kembali menerima yang bersangkutan dan mencegah pengulangan perbuatan.
Kasus ini menjadi contoh nyata penerapan keadilan restoratif dalam sistem hukum Indonesia. Di tengah keprihatinan masyarakat terhadap tindak kriminal ringan yang bisa berujung penjara, pendekatan seperti ini memberi harapan akan penyelesaian perkara yang lebih humanis dan memulihkan keadaan secara menyeluruh, tanpa harus mengorbankan masa depan tersangka yang bertindak karena ketidaktahuan atau empati yang salah arah.(aep)