23/12/2025
IMG-20251223-WA0007

Karya : Kemas Mahmud Salim, SH
Ketua SMSI MusiRawas Utara
Alumni HTN STAI BS Lubuklinggau

Mother’s Day seharusnya menjadi momentum refleksi, bukan hanya perayaan simbolik dengan bunga dan ucapan manis. Ibu adalah sosok yang sering hadir dalam diam—mengorbankan waktu, tenaga, bahkan mimpi—demi memastikan anak-anaknya tumbuh dengan kasih sayang dan nilai-nilai kehidupan.

Cara menghargai ibu tidak berhenti pada satu hari dalam setahun. Penghargaan sejati tercermin dari sikap sehari-hari: mendengar nasihatnya dengan hormat, membantu meringankan bebannya, menjaga tutur kata, serta berusaha menjadi pribadi yang baik—karena keberhasilan anak adalah kebahagiaan terbesar seorang ibu.
Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, harapan kita adalah agar masyarakat kembali menempatkan peran ibu pada posisi yang mulia. Negara, keluarga, dan lingkungan sosial perlu memastikan ibu dihargai, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang tanpa kehilangan martabatnya.
Mother’s Day adalah pengingat bahwa menghormati ibu berarti menghargai kehidupan itu sendiri. Bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata—setiap hari.

Mother’s Day sebagai Instrumen Etika Sosial dalam Menghargai Peran Ibu
Mother’s Day bukan sekadar peringatan seremonial, melainkan instrumen etika sosial yang merefleksikan pengakuan masyarakat terhadap peran fundamental ibu dalam pembentukan individu dan peradaban. Dalam perspektif sosiologis dan filosofis, ibu memegang posisi strategis sebagai agen utama sosialisasi nilai, moral, dan karakter sejak fase paling awal kehidupan manusia.
Secara psikologis, peran ibu berkontribusi signifikan terhadap perkembangan emosional, kognitif, dan sosial anak. Kualitas pengasuhan ibu terbukti berpengaruh langsung terhadap pembentukan kepribadian, ketahanan mental, serta orientasi nilai anak di kemudian hari. Oleh karena itu, penghargaan terhadap ibu tidak dapat direduksi menjadi ekspresi simbolik tahunan, tetapi harus diwujudkan dalam relasi sosial yang berkelanjutan dan bermartabat.

Dalam konteks sosial dan kebijakan publik, penghormatan terhadap ibu menuntut tanggung jawab kolektif. Negara dan masyarakat memiliki kewajiban moral dan struktural untuk menciptakan sistem yang melindungi hak-hak ibu, termasuk akses terhadap kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, serta kesempatan ekonomi yang adil. Tanpa dukungan institusional, beban peran ibu berpotensi menjadi bentuk ketidakadilan struktural yang tersembunyi.

Dengan demikian, Mother’s Day seharusnya dimaknai sebagai ruang reflektif untuk mengevaluasi sejauh mana praktik sosial, budaya, dan kebijakan publik telah berpihak pada penghormatan terhadap ibu. Menghargai ibu berarti meneguhkan nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan keberlanjutan generas sebuah tanggung jawab etis yang melekat pada setiap individu dan institusi, tidak terbatas oleh waktu maupun perayaan.

Kedudukan Hukum Seorang Ibu

Seorang ibu memiliki kedudukan hukum yang fundamental dalam sistem hukum nasional maupun internasional. Perannya tidak hanya dipahami dalam konteks biologis dan sosial, tetapi juga sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang dilindungi oleh negara. Dalam perspektif hukum, ibu merupakan aktor utama dalam institusi keluarga yang secara langsung berkaitan dengan perlindungan anak, keberlanjutan generasi, serta pemenuhan hak asasi manusia.

Dalam hukum Indonesia, kedudukan seorang ibu secara normatif tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hingga undang-undang sektoral. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945

Menegaskan hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, yang secara implisit menempatkan ibu sebagai figur sentral dalam pemenuhan hak tersebut. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap ibu merupakan bagian integral dari upaya negara dalam menjamin hak anak dan ketahanan keluarga.

Lebih lanjut, hukum keluarga memposisikan ibu sebagai pihak yang memiliki hak pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan anak, sekaligus memikul kewajiban hukum untuk menjamin kesejahteraan dan kepentingan terbaik bagi anak (the best interests of the child).

Kedudukan ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menempatkan orang tua—khususnya ibu—sebagai pihak utama dalam pemenuhan hak anak.

Namun demikian, dalam praktiknya, ibu sering kali menghadapi tantangan struktural berupa ketimpangan peran, beban ganda, serta kerentanan hukum dan sosial. Oleh karena itu, kajian hukum mengenai seorang ibu menjadi penting untuk menilai sejauh mana kerangka hukum yang ada telah memberikan perlindungan yang adil, proporsional, dan bermartabat, serta untuk merumuskan penguatan kebijakan yang berorientasi pada keadilan gender dan perlindungan keluarga.

Perlindungan Hukum bagi Anak

  1. Konsep dan Pengertian Perlindungan Anak
    Perlindungan hukum bagi anak merupakan segala upaya untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan perlakuan salah. Anak dipandang sebagai subjek hukum yang memiliki hak asasi sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan, sehingga negara, orang tua, dan masyarakat memiliki kewajiban konstitusional untuk memberikan perlindungan.
    Konsep perlindungan anak berlandaskan prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interests of the child), yang menjadi norma universal dalam hukum internasional dan hukum nasional.
  2. Landasan Yuridis Perlindungan Anak di Indonesia

a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28B ayat (2) menegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan ini menempatkan perlindungan anak sebagai kewajiban konstitusional negara.

b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini menjadi dasar utama perlindungan hukum bagi anak di Indonesia, yang mengatur hak anak, kewajiban orang tua, masyarakat, dan negara, serta sanksi pidana bagi pelanggaran terhadap hak anak.

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Menegaskan tanggung jawab orang tua, termasuk ibu dan ayah, dalam memelihara dan mendidik anak demi kepentingan anak.

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

Mengatur perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dan diversi.

  1. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak
    Perlindungan hukum bagi anak berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut:
    Non-diskriminasi
    Kepentingan terbaik bagi anak
    Hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang
    Penghargaan terhadap pendapat anak
    Prinsip-prinsip ini sejalan dengan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
  2. Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak
    Perlindungan hukum bagi anak meliputi:
    Perlindungan preventif, melalui pendidikan, pengasuhan yang layak, dan kebijakan sosial.
    Perlindungan represif, melalui penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan, eksploitasi, dan kejahatan terhadap anak.
    Perlindungan khusus, bagi anak dalam kondisi rentan, seperti anak korban kekerasan, anak berhadapan dengan hukum, anak pekerja, dan anak korban perdagangan orang.
  3. Peran Ibu dalam Perlindungan Hukum Anak
    Ibu memiliki peran strategis dalam pelaksanaan perlindungan anak, baik secara hukum maupun sosial. Sebagai orang tua, ibu berkewajiban memastikan terpenuhinya hak-hak dasar anak, sekaligus berhak memperoleh perlindungan hukum dari negara agar dapat menjalankan peran tersebut secara optimal dan bermartabat.